Rabu, 08 Juli 2015

Kisah Junko Furuta, gadis yang disekap, diperkosa dan disiksa selama 44 hari






Kejahatan:

Pada November 1988, pria A (18 tahun), pria B (diketahui bernama Jo kamisaku umur 17), pria C (umur 16),dan pria D (umur 17) dari Tokyo, menculik dan menyekap furuta, siswi kelas 2 SMU dari Saitama selama 44 hari. Mereka menjadikan dia tahanan di rumah yang dimiliki orang tua pria C.



Untuk menghindari pengejaran polisi, pria A memaksa Furuta untuk menelepon orangtuanya dan menyuruhnya mengatakan kalau dia kabur dari rumah, dengan temanya, dan tidak berada dalam bahaya. Bahkan pria A membuat Furuta berpose sebagai pacar dari salah satu pria itu ketika orangtua C, pemilik rumah sedang ada dirumah tersebut. Kalau mereka sudah yakin orang tua C tidak akan telepon polisi, mereka pun menyudahi sandiwara tersebut. Furuta mencoba kabur berkali – kali, memohon pada orang tua C untuk menyelamatkan dia, tapi mereka tidak melakukan apa-apa meskipun mereka tau kalau selama ini Furuta disiksa, karena mereka takut kalau pria A akan menyiksa mereka. Pria A saat itu adalah pemimpin Yakuza kelas rendah dan telah mengencam siapapun yang ikut campur akan dibunuh.
Menurut kesaksian para pria itu di persidangan, mereka berempat memperkosa Furuta, memukulinya, memasukan macam2 ke dalam kelaminnya termasuk tongkat besi, membuatnya minum urinya sendiri dan makan kecoak, memasukan petasan ke dalam kelaminnya dan meledakanya, memaksa Furuta untuk *maaf masturbasi, memotong payudaranya dengan tang, menjatuhkan barbel ke perutnya, dan membakarnya dengan rokok dan korek api (salah satu dari pembakaran itu adalah hukuman kepada Furuta karena dia berusaha menelepon polisi). Luka Furuta sangat parah hingga menurut salah kesaksian pria itu, Furuta membutuhkan waktu satu jam lebih untuk merangkak turun tangga menuju kamar mandi. Mereka bahkan mengatakan kemungkinan 100 orang tahu kalau mereka menahan Furuta di rumah tersebut, tapi hal ini tidak jelas artinya apa 100 orang itu hanya tahu atau mereka ikut memperkosa dan menyiksa juga saat berkunjung ke rumah tersebut. Pria-pria itu menolak membiarkan Furuta bunuh diri, walau Furuta sering kali memohon pada mereka untuk membunuhnya saja dan menyudahi penderitaan tersebut.
Pada 4 Januari, 1989, Salah satu pria saat itu kalah main mahyong, keempat cowok itu memukuli furuta dengan barbel besi, menuang cairan korek api ke kakinya, tanganya, perutnya, dan mukanya, dan lalu membakarnya. Dia meninggal tak lama kemudian hari itu karena shock. Kempat cowok itu menyatakan kalau mereka tidak menyadari betapa parah luka yang dialami Furuta, dan mereka percaya kalau Furuta hanya berpura-pura mati.
Para pembunuh itu menyembunyikan mayatnya di antara 55 drum galon dan menutupinya dengan semen. Mereka membuang drum tersebut di Koto, Tokyo.


Penahanan dan Hukuman

Para pria itu ditangkap dan disidangkan sebagai orang dewasa, tapi karena Jepang menangani kejahatan yag dilakukan oleh pria yang masih dibawah umur, identitas mereka disembunyikan oleh persidangan. Tapi bagaimanapun juga, seminggu kemudian, majalah mingguan bernama Shukan Bunshun menerbitkan nama mereka, dengan menyatakan “hak asasi tidak dibutuhkan oleh penjahat biadab.” Mereka juga menerbitkan nama asli Furuta dan detail tentang kehidupan pribadinya dan menerbitkanya dengan sangat nafsu di media. Kamisaku dituntut sebagai pemimpin para pria itu, (entah benar atau tidaknya) menurut persidangan.
Keempat cowok itu diberi keringanan dengan dinyatakanya bersalah dalam tuntutan “membuat luka fisik yang menyebabkan kematian”, dibandingkan tuntutan pembunuhan. Orang tua pria A menjual rumah mereka dengan harga maksimum 50 juta yen atau 5 miliar rupiah dan membayarnya sebagai kompensasi untuk keluarga Furuta.
Untuk partisipasinya di kejahatan ini, Kamisaku harus menjalani 8 tahun di penjara anak-anak sebelum dia dibebaskan di bulan Agustus 1999. Di bulan Juli 2004, Kamisaku ditangkap karena mencelakai seorang kenalan, yang dia pikir membuat pacarnya menjauhi dia, dan dengan bangga menceritakan tentang keluarganya sebelum mencelakai kenalannya itu. Kamisaku dihukum 7 tahun dengan tuntutan memukuli.
Orangtua Junko Furuta terkejut dengan kalimat yang diterima dari pembunuh anak perempuanya, dan bergabung dengan grup masyarakat melawan orangtua Pria C yang rumahnya dijadikan tempat menyekap. Ketika beberapa masalah ditimbulkan dari bukti (semen dan rambut yang didapat dari tubuh Furuta itu tidak cocok dengan bukti dari tersangka), pengacara yang menangani lembaga masyarakat memutuskan untuk tidak membantu mereka lagi karena merasa tidak ada bukti dan tidak ada dakwaan terhadap tersangka. Ada spekulasi bahwa bukti yang mereka dapat itu didapat dari orang tidak teridentifikasi yang memperkosa atau ikut menyiksa Furuta.
Satu dari yang paling menggangu dari kisah nyata ini adalah bahwa para pembunuh Furuta sekarang bebas. Setelah membuat Junko Furuta melalui berbagai penderitaan, mereka adalah cowok bebas sekarang.
“Seorang cewek SMU diculik oleh 4 remaja pengacau ketika dia sedang perjalanan ke tempat kerja sambilannya. Mereka membawa dia ke rumah seorang teman, mengurungnya dikamar, dan selama 45 hari menyiksanya. Mereka memperkosanya bergantian, memukulinya, menendanginya, menyiram bahkan mencekoki kelaminnya dengan cairan yang ada dalam korek api dan membakarnya, dan sangat banyak lagi yang tidak terdokumentasikan oleh para polisi. Mereka membuatnya babak belur dengan rasa nyeri di seluruh tubuhnya, mereka mengikatnya, menindihnya, dan menjatukan barbel ke atas perutnya. Penyiksaan terakhir lebih dari yang dia sanggupi, dan setelah beberapa waktu dia meninggal dunia. Ketika para pria itu ditanyai kenapa mereka ga melakukan apa-apa pada detik-detik menjelang kematian cewek itu, mereka menjawab “kami kira dia pura – pura.” “Dia mencoba kabur lebih dari sekali. Pertama, dia tertangkap saat berusaha menelepon. Yang kedua kali, dia berusaha melarikan diri dan dia minta tolong sama orang tua pria C, pemilik rumah”, pemilik rumah yang ternyata telah mengetahui selama ini apa yang terjadi pada Furuta. Dia memohon minta tolong, tapi mereka menolak. Mereka beralasan bahwa anaknya punya banyak koneksi penjahat dan mereka tidak mau ikut campur ke dalam masalah itu. Setelah kematian Furuta, mereka mengisolasi tanganya dan kakinya jadi satu, memasukan dalam 55 drum galon, mengisi dengan semen dan buang di tanah kosong. Tubuhnya tidak ditemukan sampai setahun kemudian. Ketua dari para pria penjahat itu dipenjara 7 tahun dan sekarang berkeliaran bebas.
Semua hal menakutkan setengah mati yang dialami Junko Furuta dikumpulkan melalui sidang di Jepang dan Bogs dari 1989. Mereka menunjukan kalau sakit yang dialami Junko Furuta harus dialami bertubi-tubi sebelum akhirnya dia meninggal. Semua ini terjadi dengannya sewaktu dia masih hidup, memang sangat mengganggu tapi inilah kenyataanya.

Kronologi Penyiksaan Junko Furuta
Hari 1 : 22 november 1988 : Penculikan
  • Dikurung sebagai tahanan dirumah, dan dipaksa berpose sebagai pacar salah satu cowok.
  • Diperkosa (lebih dari 400 kali totalnya).
  • Dipaksa telpon orangtuanya dan mengatakan kalau dia kabur dan situasi aman.
  • Kelaparan dan kekurangan gizi.
  • Diberi makan kecoak dan minum urin.
  • Dipaksa masturbasi.
  • Dipaksa striptease didepan banyak orang.
  • Dibakar dengan korek api.
  • Memasukan macam-macam benda (dari yang kecil sampai yang besar) ke kelamin dan anusnya.
Hari 11 : 1 Desember 1988 : Menderita luka pukulan keras yang tak terhitung berapa kali
  • Muka terluka karena jatuh dari tempat tinggi ke permukaan keras.
  • Tangan diikat ke langit langit dan badanya digunakan sebagai samsak untuk sarana tinju.
  • Hidungnya berdarah sehingga dia cuma bias bernafas lewat mulut.
  • Barbel dijatuhin ke perutnya.
  • Muntah darah ketika minum air (lambungnya tidak bisa menerima air itu).
  • Mencoba kabur dan dihukum dengan sundutan rokok di tangan.
  • Cairan seperti bensin dituang ke telapak kaki, dan betis hingga paha lalu dibakar.
  • Botol dipaksa masuk ke anusnya, menyebabkan luka.
Hari 20 : 10 Desember 1989 : Tidak bisa jalan dengan baik karena luka bakar dikaki
  • Dipukuli dengan tongkat bambu.
  • Petasan dimasukin ke anus, lalu disulut.
  • Tangan di remukkan (dipukul supaya gepeng) dengan sesuatu yang berat dan kukunya pecah.
  • Dipukulin dengan tongkat dan bola golf.
  • Memasukan roko ke dalam kelaminnya (mungkin maksudnya dijadikan asbak, dimatikan di kelamin dan abunya dibuang ke dalam).
  • Dipukulin dengan tongkat besi.
  • Saat musim dingin bersalju disuruh tidur di balkon.
  • Tusuk sate dimasukin ke dalam kelamin dan anus menyebabkan pendarahan.
Hari 30 : Cairan lilin panas diteteskan ke mukanya
  • Lapisan mata dibakar korek api.
  • Dadanya ditusuk-tusuk jarum.
  • Payudara kiri dihancurkan dan dipotong tang.
  • Bola lampu panas dimasukin vagina.
  • Luka berat di vagina karena dimasukkan gunting.
  • Tidak bisa kencing dengan normal.
  • Luka sangat parah hingga membutuhkan sejam untuk merangkak turun tangga saja untuk ke kamar mandi.
  • Gendang telinga rusak parah.
  • Ukuran otak menciut sangat sangat banyak.
Hari 40 : Memohon pada para penyiksa untuk membunuhnya saja dan menyelesaikannya
  • Junko merayaakn tahun baru sendirian.
  • tubuhnya dimutilasi.
  • Tidak bisa bangun dari lantai.
Hari ke 44 : Para cowok itu menyiksa badanya yang termutilasi dengan barbel besi, dengan alasan kalah main mahyong.
  • Furuta mengalami pendarahan di hidung dan mulut. Mereka menyiram mukanya dan matanya dengan cairan lilin yang dibakar.
  • Lalu cairan korek api dituang ke kaki tangan muka, perut dan dibakar. Penyiksaan akhir ini berlangsung sekitar 2 jam nonstop.
  • Junko furuta meninggal hari itu dalam rasa nyeri sakit dan sendirian. Tidak ada yang bias menandingi 44 hari penderitaan yang sudah dia alami.
Kisah dari tahun 1989 ini nyata, harap kalian mau menyebarkan kisah ini agar kisah ini terus hidup dan penderitaaan junko furuta tak terlupakan
source: en.wikipedia.org/wiki/Murder_of_Junko_Furuta
Ada halaman facebook yang membahas kasus ini
Kita disarankan mengenang dia dan memberitahukan ke semua orang akan keberadaan dirinya bukan?
Membaca penderitaan yang di alaminya rasanya tidaklah adil bila kita hanya mengingat namanya sebagai korban saja…….
Karena itu ada baiknya kita pun mengetahui siapa pelaku kebiadaban tersebut.
“Dou ka hidoi yume da to kotaete hoshii..
Dore dake sakebi modae kurushimeba ii..
Dou ka hidoi yume da to oshiete hoshii..
Chigiresou na koe de nando mo sakenda..”
Itu potongan lyrics Taion dari The GazettE.. Lagu kenangan untuk Junko Furuta..
R.I.P
Junko Furuta


Analisis :
Kekerasan dari perspektif Sosio-Gender
Dari berbagai sumber yang saya baca, jepang memang terkenal dengan adatnya yang menyatakan bahwa pria memiliki kedudukan tertinggi dibandingkan wanita. Sehingga perilaku kekerasan yang banyak terjadi pada perempuan dan dilakukan oleh laki-laki merupakan gejala ketimpangan kekuasaan gender dalam budaya patriarki. Budaya patriarki adalah laki-laki yang bebas melakukan apapun termasuk kekerasan untuk mengendalikan perempuan. Dengan menggunakan kekerasan, keterbelakangan dan ketergantungan perempuan serta kekuatan dan dominasi laki-laki dapat tetap dipertahankan. ( Bograd, 1988 dalam Dutton, 2007). Model sosio-gender menekankan pada peran masyarakat yang terus menjaga tradisi ketimpangan gender ini, pelaku kekerasan merasa terdukung oleh praktek dan norma budaya yang mendukung dominasi laki-laki di masyarakat. Pendekatan sosio-gender lebih fokus pada aspek sistem masyarakat daripada aspek individual dari fenomena KDRT, maka pendekatan intervensinya pun lebih bersifat makro daripada personal. Pendekatan feminis dengan dasar teori sosio-gender cenderung mengedepankan program intervensi yang mendasarkan pada pendidikan kesetaraan peran gender serta pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan kekuatan dirinya.

Kekerasan dari perspektif perilaku
Salah satu penjelasan psikologis yang banyak digunakan adalah pendekatan belajar sosial. Dari perspektif belajar sosial atau transmisi antar-generasi, kecenderungan perilaku kekerasan adalah pengulangan hasil amatan anak atas peristiwa kekerasan yang dulu pernah disaksikan atau dialaminya. Selama ini berbagai penelitian di Eropa dan Amerika Serikat telah menemukan anak-anak yang dibesarkan dalam suatu keluarga dimana mereka sering menyaksikan kekerasan di antara orang tua mereka, maka mereka lebih mungkin menjadi pelaku kekerasan dalam relasi intim di masa dewasanya (Holt, Buckley, & Whelan, 2008).
Krisis Psikososial : Kekacauan Identitas
Para remaja pelaku kejahatan terhadap Junko Furuta yang menurut pandangan saya sedang dalam tahap Adolese , Krisis Psikosial. Dimana menurut Erikson identitas muncul dari dua sumber : pertama . penegasan atau penghapusan identifikasi pada masa kanak-kanak dan kedua sejarah yang berkaitan dengan kesediaan menerima standart tertentu. Remaja sering menolak standart orang yang lebih tua dan memilih nilai-nilai kelompok ( gank )
Kekacauan identitas inilah yang berakibat penyesuaian patologis dalam bentuk regresi ke perkembangan lalu.
Kebutuhan murray
Dari buku Psikologi kepribadian yang saya baca dalam sub bab “Kebutuhan Muray” pelaku kejahatan ini memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
-         Defendance / membela diri : adalah suatu kebutuhan untuk bergantung pada diri sendiri.
-         Dominance : yaitu kebutuhan untuk mempengaruhi orang lain dalam persuasif. Emosi yang muncul dalam kebutuhan ini adalah rasa percaya diri dan perasaan dikagumi. Sedangkan tekanan yang muncul dalam kebutuhan ini adalah adanya inferioritas orang lain.
-         Exhibition : yaitu kebutuhan menonjolkan diri, menjadi pusat perhatian, dan menghindari campur tangan orang lain. Emosi yang muncul dalam kebutuhan ini adalah adanya sanjungan dari lingkungan yang kondusif.
-         Inavoidance (n Inf)-Menghindari rasa hina
Untuk menghindari penghinaan. Untuk keluar dari situasi yang memalukan atau menghindari kondisi yang bisa menimbulkan pelecehan. Untuk menahan diri dalam bertindak karena takut akan kegagalan.
-         Sex (n Sex)-Seks
Untuk membangun dan meningkatkan hubungan yang erotik. Untuk melakukan hubungan seksual. Kebutuhan untuk bergaul atau berhubungan dengan lawan jenis. Emosi yang muncul dalam kebutuhan ini adalah cinta. Sedangkan tekanan yang muncul dalam kebutuhan ini adalah adanya rangsangan erotik.
-         Aggression : yaitu kebutuhan untuk menyerang pendapat orang lain yang berbeda atau suka mempermainkan orang lain. Emosi yang muncul dalam kebutuhan ini adalah marah dan benci. Sedangkan tekanan yang muncul dalam kebutuhan ini adalah adanya agresi, superioritas, atau penolakan dari orang lain.
Sedangkan kebutuhan yang dialami oleh junko adalah sebagai berikut :
-         Autonomy (n Auto)-Otonomi : Untuk melawan paksaan dan pembatasan. Untuk menjadi mandiri dan bebas dalam bertindak berdasarkan impuls. Untuk menentang adat atau kebiasaan-kebiasaan. Untuk menghindari atau terlepas dari kegiatan yang sudah ditentukan oleh kewenangan yang bersifat menguasai.
-         Aggression (n Agg)-Penyerangan : Untuk mengatasi lawan dengan penuh kekuatan. Untuk berkelahi. Untuk membalas rasa sakit atau luka. Untuk melawam secara kuat atau menghukum. Untuk mencela dan mengumpat dan memfitnah dan untuk meremehkan atau mengejek dan menertawakan dengan penuh dendam.
-         Abasement (n Aba)-Kerendahan diri : Untuk tunduk secara pasif kepada kekuatan eksternal. Untuk menerima luka, memikul kesalahan, kritikan, dan hukuman. Untuk menyerah dan mengakui kelemahan, kesalahan, pelanggaran, atau kekalahan. Untuk mencari dan menikmati kesedihan, hukuman, kesakitan, dan ketidakberuntungan.
-         Defendance (n Dfd)-Membela diri : Untuk mempertahankan diri terhadap serangan, kritik, dan celaan. Untuk menyembunyikan atau membenarkan perbuatan tercela, kesalahan atau penghinaan
-         Harmavoidance (n Harm)-Menghindari bahaya : Untuk menghindari rasa sakit, luka fisik, penyakit, dan kematian. Untuk melarikan diri dari situasi yang berbahaya. Untuk melakukan tindakan pencegahan.
Sedangkan nilai kebutuhan yang dirasakan oleh kedua orang tua dari remaja C adalah :
-         Rejection (n Rej)-Penolakan : Untuk memisahkan diri dari orang lain yang dipandang negatif. Untuk mengucilkan, tidak memperdulikan, membuang, atau tetap mengacuhkan kelemahan yang lain.
-         Defendance (n Dfd)-Membela diri : Untuk mempertahankan diri terhadap serangan, kritik, dan celaan. Untuk menyembunyikan atau membenarkan perbuatan tercela, kesalahan atau penghinaan.
-         Harmavoidance (n Harm)-Menghindari bahaya : Untuk menghindari rasa sakit, luka fisik, penyakit, dan kematian. Untuk melarikan diri dari situasi yang berbahaya. Untuk melakukan tindakan pencegahan.

PEMBAHASAN KASUS
Pada tahun 1988 Jepang telah digemparkan dengan berita bahwa salah seorang warga pelajar wanita bernama Junko Furuta telah diculik ,disiksa diperkosa dan dibunuh secara keji di kota Tokyo . Menurut Murray, para pelaku hendak meredakan tegangan yang dihadapinya guna mencapai kepuasan dalam kebutuhannya. Dikarenakan ego yang dimiliki oleh Pelaku lemah, sehingga superego tidak dapat menyeimbangi konflik yang ditentang oleh id. Dimana kebutuhan-kebutuhan seperti n-Dom, atau n-Cnt, tidak terpenuhi sehingga timbullah dorongan-dorongan yang tidak diterima oleh masyarakat seperti n-Agg, sebagai solusi pencapaian kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi.
Pelaku sebagai anggota yakuza kelas rendah yang merasa memiliki kekuasan dan ingin dihormati sehingga melakukan apapun untuk menunjukkan kekuasaannya dan kehebatannya. Mungkin dikisah ini sosok Junko adalah sosok gadis yang disukai oleh pelaku namun karna penolakan yang dilakukan sang gadis hingga kejahatan ini dilakukan oleh pelaku. Tidak adanya catatan medis yang membuat sulitnya mengetahui kejiwaan yang dialami oleh pelaku yang telah dengan teganya melakukan kejahatan tersebut. Namun disini yang dapat saya lihat adalah sosok pelaku yang mengalami kekacauan identitas diri yang haus akan rasa hormat dan kekuasaan sehingga dia tega melakukan hal semena-mena seperti itu. sangat disesalkan hukum di Jepang sangatlah lemah saat itu atau entah dikarnakan adanya koneksi lintas belakang dikarenakan pelaku adalah sekelompok yakuza hingga hukuman yang diterima terasa sangat lah tidak setimpal dengan apa yangdilakukan meskipun pelaku adalah anak dibawah umur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar